JAKARTA, TRIBUNNEWS.COM – Ketua MPR Indonesia Bambang Soesatyo memahami langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mencegah pengiriman jemaah haji Indonesia (reguler atau khusus) karena pandemi Covid 19. Namun, langkah-langkah yang diambil untuk memastikan keselamatan warga ini tidak akan menciptakan masalah baru. , Cocok untuk peziarah masa depan dan perusahaan yang mengatur Chaoj dan Oumra.
“Karena pemerintah Arab Saudi belum menentukan apakah akan menerima jemaah,” Bamsoet menggelar audiensi virtual dengan Perhimpunan Muslim Pemasok Haji dan Umrah Muslim (AMPHURI) di Jakarta, Kamis (6/4/20). Mengatakan. Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia menjelaskan bahwa jika pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan tidak menerima jamaah haji, jamaah haji Indonesia dan penyelenggara Umrah dapat dengan mudah mengklaim pengembalian uang dari Mekah dan Madinah untuk hotel yang mereka habiskan untuk jamaah haji. Dan biaya lainnya. Keputusan pemerintah Saudi untuk terus menerima jemaah pasti akan mempersulit proses penggantian.
“Masalah teknis ini akan terkait dengan situasi keuangan negara. Asosiasi Haji dan Umrah, proses pengembalian dana jamaah, dan masalah teknis lainnya. Oleh karena itu, Kementerian Agama dan Ziarah dan organisasi masyarakat Umrah perlu duduk bersama untuk Cari solusinya yang terbaik. Saya juga akan serahkan ke pimpinan DPR agar Pansus ke-8 bisa memfasilitasi rapat, ”kata Bamsuet. “-Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia juga meminta agar pemerintah membuka setidaknya keringanan pajak untuk mendorong pengembangan usaha ha dan umroh. Pemerintah juga telah melakukan tindakan serupa terhadap UMKM dan berbagai industri lain yang terkena pandemi Covid-19.

<< Sejak Februari 2020, Perusahaan Ziarah Haji dan Perusahaan Ziarah Umrah belum mengirim peziarah umrah karena pemerintah Saudi telah menutup layanan umrah karena pandemi Covid 19. Waktu penutupan mungkin tidak sampai akhir 2020. Mulai saat ini, perusahaan jemaah haji dan jemaah umrah tidak akan bisa mengirimkan jemaah. Tentunya keadaan ini juga memberikan tekanan pada cash flow perusahaan, dan pemerintah harus hadir agar perusahaan tidak tutup, serta jamaah dan jamaah tidak dipecat. Dll. Dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 8/2019 tentang DPRK dan Organisasi Umrah (PIHU), untuk disahkan menjadi Organisasi Perjalanan Umra (PPIU), biro perjalanan harus memenuhi ketentuan berikut: Manajemen warga negara Indonesia.
Dalam “Undang-Undang Ketenagakerjaan Hak Cipta Menyeluruh”, Pasal 75, paragraf 14 tentang agama, mengubah beberapa ketentuan UU No. 8/2019, yang mengatur amandemen berikut untuk Pasal 89. : “ Untuk menjadi Izin Usaha PPIU, biro perjalanan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.Adanya ungkapan “ yang diputuskan oleh pemerintah pusat ” menimbulkan berbagai macam kecurigaan, yaitu tidak menutup kemungkinan akan menghilangkan Indonesia yang diatur dalam Pasal 89 UU No. 60 Hukuman PPIU dimiliki dan dikelola oleh warga. 8/2019.
“Alhasil, penyelenggara haji dan umla khawatir kedepannya haji ke ha dan umla dikuasai perusahaan asing. Ini seharusnya tidak diizinkan karena dapat lebih jauh menghilangkan kedaulatan ekonomi negara. “Ini tidak akan menimbulkan kecemasan dan prasangka negatif dari semua pihak.”
Add Comment